19 Februari 2008

Teknologi Informasi: Nikmat dan Sengsara

Halaman parkir sudah sepi, hari sudah sangat larut senja, lampu sorot sudah dinyalakan oleh petugas jaga malam. Dua mobil dan beberapa motor masih terparkir di sana. Ruang sayap kiri bangunan kantor yang bergaya kolonial masih menyala terang lampunya. Masih ada yang bekerja.
Bukan sekali dua ini saja, tetapi hampir selalu begitu. Lima-enam orang bekerja bahu-membahu berkejaran dengan waktu dan volume yang seakan tak pernah habis.
Didukung oleh jaringan intranet, data dikembangkan menjadi informasi yang rumit berlapis saling berkait. Megabyte demi megabyte konfigurasi data harus diurai dan dirangkai kembali. Terkadang harus disimpulkan hanya dalam setengah lembar kertas.
Belasan permintaan informasi yang tidak terjadwal meluncur bagai ikan piranha yang siap memangsa, tak dapat ditahan dari segala jurusan. Permintaan yang sering bersisian, bersilangan dan bahkan acap bertabrakan.
Jaman ini adalah jaman informasi yang bersicepat. Mesin-mesin informasi dalam bentuk komputer, printer, faksimili, mesin fotokopi, scanner sudah diringkas menjadi barang-barang barang simpel yang tinggal tekan tombol maka selesailah sudah semua yang diperlukan. Jaringan virtual berlilitan dalam melalui kabel dan gelombang-gelombang yang sudah sangat sulit dijelaskan. Informasi dapat diakses dari segala tempat dan sembarang waktu.
Di sisi yang lain, pada sebagian eksekutif pemahaman masih terbatas. Kenyamanan dalam mendapatkan pelayanan informasi (sekali lagi: pelayanan) belum disertai pemahaman bagaimana proses dilakukan oleh para staf, sehingga permintaan terkadang menjadi tidak masuk akal dan aneh-aneh.
Seperti dalam sebuah kalkulasi yang cukup tentang harga pokok produksi:
‘Tolong bikinkan hitungan kalau harga pokoknya turun 5%.’
Asumsi atau variabel yang digunakan atau dirubah yang mana? Tidak jelas, pokoknya turun 5%. Maka ketika kalkulasi disampaikan dan variabel-variabel perubahnya ditunjukkan jadi terkejut dan dikatakan: yang itu jangan dirubah!
Demikian pula ketika sebuah bahan presentasi di set. Rangkaian belasan atau puluhan slide yang sudah disusun sesuai skenario ternyata minta ditambah dengan aksesori atau klik-klik yang lain, dengan maksud supaya nanti presentasinya menjadi enak. Perubahan itu minta dilakukan segera, karena presentasi tinggal lima belas menit lagi! Ya mana mungkin.
Ada lagi permintaan data yang harus dikirimkan ke fihak eksternal per e-mail. Ordernya: seperti yang ada di halaman sekian buku laporan X.
Mungkin dalam pikirannya mengirim data melalui e-mail tidak jauh berbeda dengan mengirim per faksimili. Tinggal ambil, selipkan ke mesin faks, selesai. Padahal belum tentu dan tidak mesti begitu.
Inilah ilustrasi tentang beberapa kejadian yang berkaitan dengan pengelolaan data dan teknologi informasi.
Kesimpulannya:
Diperlukan pemahaman dasar yang setara antara para manajer dan stafnya. Atau lebih jelasnya: untuk menjadi manajer, mutlak harus menguasai ilmu teknologi informasi. Tidak perlu sampai kepada hal teknis yang mendalam. Cukup dasar-dasarnya, tetapi dasar yang mendalam.
Karena kalau hal ini tidak terpenuhi, akan terlalu banyak energi yang terbuang untuk berdebat, berargumentasi, menjelaskan, menggathukkan antara yang disajikan dengan yang dikehendaki. Atau terjadi pengulangan-pengulangan yang tidak perlu dan akan membosankan.
Lebih ekstrim lagi: akan terjadi konflik sesaat karena tidak nyambungnya pemahaman.
Belum lagi kacaunya ritme kerja dan ritme hidup para staf, karena harus bekerja over-time dan over-place (!) untuk menyelesaikan pekerjaan bagai benang kusut. Untung-untung bahwa mereka tidak frustasi atau terganggu pikirannya.
Seharusnya dapat dikelola secara lebih baik dengan juga berupaya meningkatkan pemahaman, kan? Semoga difahami.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar