09 Februari 2008

Sebuah Toko Buku

Toko buku itu berada dua lantai, di sebuah mal yang berada di kawasan prestisius. Sebuah patung pualam “The Thinker” seukuran manusia berada di pintu masuk, seakan-akan berusaha mensugesti setiap orang agar berpaling dari hingar-bingar dagangan elektronik dan aroma pemancing selera makan di sekitarnya. Wajah manis dua pramuniaga dengan kostum laksana pramugari menyambut siapapun yang lewat, menyapa ramah setiap pengunjung yang masuk ke toko. Heran, di mana kasir yang biasanya ada di bagian depan?
Musik lembut bernuansa kecapi suling berhanyut-hanyut nadanya menenangkan hati sekaligus seperti membasuh pikiran dari haru-biru suasana di luar sana. Luas sekali toko ini, seakan mau bertanding dengan hypermarket yangmenjual sayur, daging sampai beton blok. Tapi ini: buku!

Berderet-deret rak buku dengan warna kuning gading di sini, hijau pupus di sana. Ooooii apiknya, memanjakan mata. Berseling dengan standing poster artistik: Indonesia : Layar terkembang 2008.

Di beberapa sudut berdiri pramuniaga berkostum pramugari seperti yang ada di pintu masuk dan, tunggu dulu, ada pin tersemat di dekat leher: Deutsche, dengan gambar bendera Jerman. Ada lagi seorang pramuniaga lelaki, berkepala plontos rapi, dengan pin bergambar bulatan merah dan tulisan kanji, Jepang mestinya. Ah mereka mestinya pramuniaga yang menguasai bahasa-bahasa tertentu.

Meja kaca bulat agak tinggi dengan tiga kursi putar tinggi menebar di beberapa tempat, dan di sudut selalu ada tempat duduk untuk satu orang yang kelelahan mengantar anak, isteri, suami atau cucu. Enak juga duduk di sini. Pejamkan mata, dengarkan musik lembut. Tidurlah. Toh anak atau cucumu juga akan mengajakmu pulang nanti.

Nah, ini sudut pelepas penat. Ada teh hangat, kopi susu, lemper ayam, lumpia. Goreng pisang juga ada, atau lebih suka wedang jahe wangi? Mejanya dua lapis kaca. Sebelah bawah untuk minumannya, lapis yang atas : untuk bukunya.
Beberapa bapak dengan busana Jawa lewat bersama seorang ibu.
Waktu seakan merambat lambat di tempat ini, meskipun buku-buku yang ada membawa perjalanan waktu melesat dari abad ke abad, dari bacaan tentang Sejarah Arab Jazirah sampai Bank Syariah, dari O Anak-nya Kahlil Gibran sampai Obama yang berkampanye untuk jadi presiden Amerika. Begitu konsen membaca, mereka yang ada di sini.

Sudut Musik.
Alunan bunyi gamelan Jawa full stereo mengalun lembut. O, ternyata live music! Dalam volume yang pas: Ladrang Rahayu, lantunan puisi musikal yang menenangkan jiwa dan sarat doa. Di sudut ini bapak-ibu berbusana Jawa yang tadi lewat menyajikan karyanya dengan legawa. Di sebelahnya baris demi baris teks disorotkan oleh LCD projector. Ladrang Rahayu dalam bahasa Jawa dan terjemahan bahasa Indonesia. Beberapa pengunjung yang setengah umur, yang berambut putih seperti larut menyimak paparan teks dan musik yang beriringan dalam harmoni. Satu-dua anak muda duduk mengelesot di dekat bapak pemetik siter dan gambang. Matanya lekat menatap teks di layar.

Dering hp dengan ringtone : Over the Rainbow.... Mas, aku Didin. Nanti jam sebelas aku diminta presentasi. Doakan ya ...
... Ok,ok, semoga sukses ya!
Dalam hatiku: Bikin toko bukumu seperti yang baru saja aku mimpikan tadi ya!

Bangun ah! Sudah siang. Lagian juga aroma tempe goreng terlalu menggoda untuk dibiarkan begitu saja.
(Untuk Didin: Memang sudah saatnya, memang sudah saatnya!!)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar