01 Februari 2008

Sekolah: Lembaga Bimbingan Budi-pekerti

Ketika hari Kamis datang, wajah para murid tampak berseri-seri karena pada siang hari sebelum pulang ada pelajaran yang sangat ditunggu-tunggu: Budi Pekerti. Pak Guru akan mendongeng. Dongeng minggu kemarin tentang Malin Kundang belum selesai, si Malin pergi berlayar untuk berdagang. Siang itu akan dilanjutkan.
Murid-murid klas empat yang diajar oleh Pak Hartoyo sebenarnya sudah tahu bagaimana kisah Malin Kundang yang pernah diceritakan oleh para teman kakak-kelas, para bekas murid pak Hartoyo juga. Tetapi mereka tetap menunggu cerita itu dari beliau.
Sepulang sekolah, sambil berjalan mereka asyik mengulang kata-kata dan gerak pak Hartoyo menirukan Nahkoda dan si Malin sendiri. Sampai di rumah, para adik mendengar lagi ulangan kisah itu dari para kakak, sementara emak dan bapak diam-diam menyimak sambil geli melihat tingkah anaknya bercerita. Kali ini sambil berkain sarung pula meniru pakaian si Malin seperti pada gambar yang ditunjukkan Pak Guru dalam kelas tadi siang.
Pengulangan kisah si Malin diceritakan dari generasi ke generasi murid kelas empat, namun seolah-olah tetap saja menarik untuk menyimak Pak Guru dengan peragaannya yang mempesona.
Kelas dua SMP. Hari bahagia adalah hari Rabu. Pak Jiwanto yang guru Biologi mendapat giliran memberikan pelajaran serupa, kali ini cerita Eropa : Siegfriedo, sebuah nama yang bahkan pak Guru tak pernah menuliskannya, sebuah mega-serial yang perlu enam bulan untuk menceritakannya. Siegfriedo sang kesatria yang bertempur mempertahankan benteng kotanya dan kastil di bukit.
Enam bulan berikutnya, digelar serial baru yang diambil dari serial wayang Menak: Putri Johar Manik.
Episode-episode tersebut terjadi puluhan tahun yang lalu.
Murid murid terpana, nilai-nilai tertanam kuat. Tentang kesetiaan, ketaatan, kedermawanan, akibat pengkhianatan dan lain-lain. Kesan sangat mendalam bahkan setelah berpuluh tahun ketika si murid kemudian sudah menjadi guru, pemimpin, pedagang dan lain-lain.
Sebuah kesenangan di sekolah yang menghadirkan nilai-nilai, jauh lebih banyak memberi makna ketimbang pelajaran lainnya: berhitung, mencongak, ilmu bumi, membaca, dan pelajaran lainnya.
Pelajaran berhitung, menulis, ilmu bumi, ilmu alam adalah pelajaran untuk menang dalam angka-angka nilai ketika di sekolah. Ketepatan dan kecepatan boleh diadu pada pelajaran ini, tetapi pada pelajaran budi pekerti tidak ada yang harus diadu, kecuali perubahan sikap menjadi lebih baik.
Dimulai dari hal yang paling sepele, melakukan tugas piket kelas: membersihkan dan merapikan kelas, membersihkan papan-tulis, menyiapkan alat tulis pak Guru dan menuliskan absensi di papan kecil samping meja pak Guru. Datang tidak terlambat, tidak lagi mengganggu teman, tidak merusak alat dan tanaman di sekolah, tidak membuat gaduh kelas. Perubahan-perubahan itu direkam oleh pak Guru, sebagai bahan untuk memilih judul, alur maupun format cerita episode berikutnya. Perubahan sikap para murid yang lambat mengindikasikan adanya kemungkinan kurang tepatnya materi cerita yang disajikan dalam pelajaran Budi Pekerti.
Demikianlah, sekolah bukan hanya lembaga pendidikan ilmu dan pengetahuan, tetapi juga adalah lembaga bimbingan budi pekerti baik.
Murid tidak tertekan oleh setumpuk tugas yang harus diselesaikan di rumah seperti pada saat ini, yang kadang masih harus ditambah dengan tugas dari bapak atau emak untuk mengikuti les bimbingan belajar, yang itupun kadang-kadang masih dilakukan pula test oleh emak untuk menguji apakah si anak benar-benar sudah pintar, agar nanti menjadi juara, menduduki ‘rengking satu’. Menang!
Stress luar biasa, baik si anak, emak maupun gurunya. Tetapi setelah itu, lupa semuanya. Dan limbahnya, tingkah dan sikap yang berpotensi ‘membahayakan’ diri-sendiri maupun orang lain secara jangka panjang.
Dan potretnya sekarang:
Sudah ada undang-undang dan aturan lalu-lintas, masih ditambah aturan menyalakan lampu di siang hari untuk kendaraan roda dua plus berkendara di lajur kiri, toh masih juga lalu-lintas dikacaukan oleh hampir semua jenis kendaraan dan tingkah pengendara yang: ingin menang!
Di manakah dikau, wahai sekolahku?

2 komentar:

  1. Nggak tahu kenapa sekarang orang fobi dengan pengajaran budi pekerti.
    Mungkin karena kenyataan.. diluar dan didalam kelas sangat lain. antara contoh diluar dan pelajaran yg diterima bertolak belakang.......Belum lagi... belum lagi....
    Masih ingat P4 ?? Ya... ga tau kenapa gagal.... gitulah kira2. Wis klajuk ruwet.
    Mestinya yg bisa ngatasi ya dengan peghayatan agama yg kuat. Trim's

    BalasHapus
  2. 100!
    kata juragan resto:
    porsi yang tepat untuk orang yang tepat dengan rasa yang tepat akan membuat pelanggan pulang dengan perut kenyang dan hati yang senang.
    ev'rybody happy!
    wuiih... ngintipnya kontan! masakannya masih panas, langsung diicipi, langsung ditambah sambel, lha ya jreng tenan, trims ya beserta salam dari Bambang SMH yang kemarin ke rumahku, ngobrol sampai jam 10 malem. Kejutan besaaaaarrrr!!!!

    BalasHapus