31 Desember 2007

Pohon

sebatang pohon tumbuh di sudut halaman, di sisi jalan kampung. rindang. tempat di mana orang singgah berteduh dari teriknya sinar matahari.

pohon yang akar-akarnya menjalar di bawah tanah mencari makan, agar batang tetap kokoh, daun tetap rindang dan tetap berbuah lebat.

pohon tak pernah bertanya : untuk siapa buah yang tumbuh darinya. ada yang dimakan kalong, diambil orang, bahkan kadang jatuh dan kemudian menjadi makanan binatang yang melata dan merayap di atas tanah. sebagian membusuk dimakan bakteri, lalu hancur kembali menjadi tanah. daur hidup berulang kembali dari biji yang tumbuh dan seterusnya.

tetapi pohon tetap kokoh dan rindang. memberikan kenyamanan kepada siapa saja yang berteduh di bawahnya.

pohon tak pernah bertanya untuk apa dia ada, atau berusaha agar ada yang menyatakan terimakasih padanya.

itulah pohon.

sedangkan kita ?

catatan di surabaya, tanggal tujuh bulan tujuh tahun dua ribu lima

Bertemu Kembali (3) Bis Kota


Masuk dari pintu belakang bis kota yang penumpangnya agak kosong, aku dikejutkan oleh seorang penumpang lain yang bersamaan masuk lewat pintu depan. Kami sempat bertatapan sesaat dan tanpa sadar saling menunjuk muka : Parjo .....??! - Paromo ......?!!

Adegan yang kalau misalnya dislow-motionkan barangkali seperti yang ada di filem-filem ketika dua orang teman lama bertemu. Lalu dialog kami selanjutnya standar sekali: Lho, kamu di Surabaya, to? Lhah kamu juga? Sudah lama? Kerja di mana?

Nah, sampai kepada urusan ’kerja di mana’ ini, ternyata jawabannya cukup mengejutkan, karena ternyata mas Parjo ini bekerja di kantor yang jendelanya berhadapan dengan tempatku bekerja, hanya berseberangan jalan kecil! Dan kami bersisian kantor kira-kira sudah lima-enam tahun tanpa sadar dan tanpa pernah bertemu.

Sejak itu, sering kami sama-sama buka jendela lantas saling dadah-dadah (dadah maksudnya lambai tangan, lho, bukan drugs!) .

Parjo teman SMA-ku, yang catatan stenografinya sering kupinjam, beberapa tahun setelah pertemuan tersebut pindah ke Purworejo dan beberapa hari lalu aku melihat wajahnya di rekaman VCD reuni (yang aku tak sempat hadir).

Wajahmu itu lho, mas Parjo, masih imut seperti dulu saja!

30 Desember 2007

Bertemu kembali (2) SMH=SMA

Petang itu aku sedang ada di sebuah toko di kawasan Blauran Surabaya, untuk membeli dot bayi bagi anakku yang masih kecil.
Ketika sedang memilih-milih yang cocok, seseorang mendesakkan pundaknya disebelahku.
Aku bergeser untuk memberi ruang, dia kembali mendesakku. Ketika untuk ketiga kalinya aku bergeser dan dia kembali mendesakkan badannya, aku menoleh sambil menatapkan pandanganku: apa yang salah?
Ternyata,
orang itu adalah Bambang SMH, teman SMA yang telah terpisah kurang lebih sebelas tahun! Betapa kaget sekaligus surprisenya aku. Dengan kelakar akrab kami saling bersapa sambil aku diajaknya untuk menemui seseorang yang katanya pernah mengenalku juga, ternyata kejutan ke dua adalah bahwa dia sedang menengok calon -begitu katanya- isterinya, yang ternyata adalah teman seangkatan di SMA pula, dan kejutan ke tiganya adalah bahwa mbak Sri Astuti (sang calon tadi) ternyata sedang bertugas sebagai auditor di tempatku bekerja, yang seringkali (ternyata pula) setiap pagi kami bersisian menunggu angkutan kota untuk pergi ke tempat yang sama.
Dan karena itu, ketika akhirnya mas Bambang ’menghadapkan’ aku kepada mbak Sri, candanya adalah :
” ya, inilah dia orangnya, yang sekarang sombong sampai-sampai diajak senyum pun sudah tak kenal lagi!”
Aku cuma bisa nyengir kuda. Kuda bodoh yang pelupa, yang nyengirnya pun tidak bisa bikin orang ketawa. Karena mesti bilang apa, wong memang kerana lupa ......
Maafkan, maafkan, maafkan yaaaa ....

29 Desember 2007

Bertemu Kembali (1) Dekat Kamar Mayat

Suatu saat seorang teman bertanya melalui telepon: Hei, kamu kenal Bambang Handoko? Dokter? Kata beliau, kamu adalah teman masa kecil! Aku kirimkan nomor hp beliau ya, selamat kangen-kangenan!

Hahh ?!!!

Inilah dia! Surprise benar! Bambang Handoko! Teman kecilku yang yang sering kutemani tidur di rumahnya, ketika dia harus menjaga rumah sendiri pada saat ibunya pergi ke luar kota. Bambang Handoko, yang rumahnya bersisian dengan kamar-mayat RSU Muntilan, tapi kami -dua bocah- tidak takut ketika malam-malam sendirian di rumah. Teman petualang kecilku yang kalau sudah mengenakan seragam pramuka, jenderalpun kalah gagahnya! Teman yang saya cari sejak lama akhirnya ketemu juga. Bukan main, Bambang Handoko!

Dan anehnya, yang mempertemukan kami kembali ternyata adalah teman SMAku yang adalah juga famili dekat pak dokter Bambang ini.

Dan sepertinya akhir-akhir ini aku sering dikejutkan dengan kejadian seperti ini, baik karena mencari ataupun dicari.

Aku sempat singgah dan bertemu keluarga Bambang Handoko di Solo, dan beliau adalah tetap Bambang Handoko-ku, Kepala Regu Jago dari Gugusdepan Pattimura!

27 Desember 2007

rumah yang lebih layak

kutipan dari perbincangan di suatu malam :

Ada sebuah ungkapan menarik dari seorang filsuf Perancis, Teilhard de Chardin,
''Kita bukanlah manusia yang mengalami pengalaman-pengalaman spiritual,
kita adalah makhluk spiritual yang mengalami pengalaman-pengalaman manusiawi.
Manusia bukanlah ''makhluk bumi'' melainkan ''makhluk langit.''
Kita adalah makhluk spiritual yang kebetulan sedang menempati rumah kita di bumi.
Tubuh kita sebenarnya hanyalah rumah sementara bagi jiwa kita.
Tubuh diperlukan karena merupakan salah satu syarat untuk bisa hidup di dunia.
Tetapi, tubuh ini lama kelamaan akan rusak dan akhirnya tidak dapat digunakan lagi.
Pada saat itulah jiwa kita akan meninggalkan ''rumah'' untuk mencari ''rumah'' yang lebih layak.
Keadaan ini kita sebut meninggal dunia.
Jangan lupa, ini bukan berarti mati karena jiwa kita tak pernah mati.
Yang mati adalah rumah kita atau tubuh kita sendiri.

lalu kemudian
dia berangkat ke "rumah yang lebih layak"

( untuk mengenang seorang teman yang telah berangkat ke rumah yang lebih layak: FELIX CHRISTIAN – februari 2007 )

renungan saya

sebuah tulisan di ronnyforever.ptpn-xi.com :
kata Ngerso Dalem ping Songo :

yang penting, saya sudah melakukan tugas saya MENGABDI kepada rakyat;
bahwa kemudian itu akan diingat atau dilupakan orang, bukan lagi urusan saya

lugas, tegas
dan menjadi bahan renungan saya

( Ngerso Dalem ping Songo adalah almarhum Sri Sultan Hamengkubuwono IX)

Ombak

Selagi ber-sms ria, seorang teman baik berkabar bahwa sekarang dia sedang “manut ilining banyu kehidupannya”. Terjemahannya kira-kira berbunyi : mengikut kemana arus air kehidupan akan membawa dirinya. Tipikal Jawa.
Saya lalu membayangkan laut, ombak, badai, perahu, selancar, pantai, kerang, hiu dan lain-lain. Dan iklan televisi yang menggambarkan persahabatan dua orang anak Bali yang salah satunya kemudian menjadi peselancar top.
Saya balas sms teman tadi:
Anda adalah peselancar dan laut adalah kehidupan Anda. Anda mencari di mana ombak besar bergulung, karena Anda percaya bahwa ketika Anda berselancar, laut tak pernah akan membawa Anda ke pusaran badai, tetapi dengan ombaknya yang bergulung, dia akan selalu mendamparkan Anda ke pantai.
Dibalasnya :
Kok puitis ya, terima kasih.
Lha memangnya saya berpuisi ? Saya cuma memotret “air” dalam format bukan sekedar air di got depan rumah, karena saya tidak pernah membayangkan teman baik saya seperti kecebong.

Icang

icang adalah seorang muda, yang sedang mencoba untuk bergelut didunia bisnis masa kini, yakni forex dan saham, sebagai advisor atau konsultan, atau broker atau apalah, yang saya sendiri juga tidak begitu faham.
sebuah bisnis yang menurut ayahnya ‘tidak jelas’
karenanya, dalam beberapa diskusi di rumah, selalu saja tidak ada titik temu, sang ayah melihat sebuah bisnis adalah pertukaran antara produk dengan uang atau sebaliknya; atau jasa dengan uang dan sebaliknya. sesuatu yang lebih nyata.
saya mendengar bahwa diskusi berkembang menjadi perdebatan antara ayah dan anak yang lebih bernuansa antara rasa khawatir seorang tua dan perjuangan mencari jatidiri dari seorang muda.
sang ayah ingin menghalau rasa khawatirnya dengan berusaha mengembalikan cara berpikir icang untuk ‘kembali ke bisnis pada umumnya’, sedangkan icang berusaha menyampaikan pemahaman bahwa ini adalah juga bisnis biasa, dengan risiko lebih kecil dari bisnis pada umumnya tadi karena posisinya sebagai advisor, yang modalnya adalah kepercayaan klien.
namun telah beberapa lama belum juga dicapai titik-temu antara ayah dan anak.
ketika saya mendengar kejadian besar di keluarga ini, saya coba untuk memahami apa yang sedang terjadi, dan yang saya temukan adalah bahwa bagaimana masing-masing harus mencoba memberikan rasa aman, kepercayaan, dan setelah itu saling memotivasi antara keduanya.
mudah-mudahan semua membaik, dan yang dicari segera ditemukan.

26 Desember 2007

Berita dari Seorang Teman di Jakarta

pagi ini seorang teman berkabar lewat sms, katanya:
... ini baru 4 hari aku membaik, ceritanya panjang, kuceritakan nantilah saja ...

yaaa, akhirnya inilah berita yang aku tunggu, setelah sekian lama setiap smsku tak pernah berbalas.
semoga semua menjadi semakin baik, karena yang baik dari seorang sahabat tentu diharapkan baik pula bagi sahabat yang lain, sehingga dengan demikian persahabatan menjadi bermakna dan jauh dari sengketa.

dan sekarang aku menunggu cerita panjangnya, dengan harapan bahwa akhir ceritanya adalah sesuatu yang menyejukkan hatinya.
semoga

Telah dimulai

menjelang 2008 yang tinggal beberapa hari lagi
rumah singgah ini dibangun dan mulai diisi
entah apapun nanti
lakukan saja selagi bisa
agar perjalanan ini ada bekasnya