Tempat ini bukan showroom atau toko kaset. Tetapi seorang teman suka sekali mendengarkan musik sambil bekerja. Yang lain merasa terganggu, karena lagu yang diputar tidak cocok dengan seleranya dan volumenya terdengar cukup keras. Hanya karena toleransi antar-temanlah maka teman yang lain bersikap maklum. Tetapi permakluman tersebut menimbulkan ekses lanjutan: mereka harus berbicara keras agar dapat didengar yang lain.
Dari ruang sebelah, gema dari suara musik bercampur dengan suara-suara orang berbicara setengah teriak mengakibatkan timbulnya polusi pada atmosfer kerja.
Kejadian yang berlangsung hampir di setiap hari kerja ini secara tidak sadar merubah cara berbicara di lingkungan tersebut dan sekitarnya. Berbicara yang semestinya dapat dilakukan dengan intonasi yang biasa, terpaksa harus diperkuat sekian desibel agar dapat ditangkap lawan bicara. Sehingga gaya komunikasi berubah. Mirip kondisi di pertokoan alat-alat elektronik dan audio, di mana segala macam bunyi-bunyian beradu kencang.
Bagi mereka yang pada saat tertentu memerlukan konsentrasi untuk berpikir, kegaduhan ini sangatlah mengganggu. Demikian pula yang sedang melakukan diskusi serius. Belum lagi bagi yang menerima tamu kastemer, jelas kondisi ini sangat merusak citra ‘kantor’.
Beberapa teman melontarkan protes, ada yang disampaikan kepada si penikmat musik, ada yang disampaikan kepada atasan. Lalu tiba-tiba pada suatu hari sunyi, tak terdengar suara musik seperti biasanya. Bahkan perangkat audionya-pun tak ada lagi. Konon karena si penikmat musik pindah tempat kerja untuk sementara waktu, dan suatu saat nanti akan kembali lagi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar