27 Mei 2008

Pak RT dan BLT

Pak RT saya cukup dibikin pusing oleh dampak kenaikan harga BBM. Bagaimana tidak?
Ketika oleh kantor kelurahan disampaikan daftar penerima BLT berikut kuponnya untuk dibagikan kepada warga, maka beberapa warga yang merasa berhak mendapatkan, berdatangan ke rumah pak RT untuk meminta jatah kuponnya, tetapi mereka tidak ada dalam daftar penerima kupon yang bertanda-tangan Menteri Keuangan itu.
Protes, pertanyaan, dan keluhan dilontarkan, padahal sebenarnya urusan jawab-menjawab dan jelas-menjelaskan seharusnya menjadi kewajiban Pak Lurah dan jajaran karyawannya selaku kepanjangan tangan Pemerintah. Penjelasan yang diberikan oleh Pak RT-pun akhirnya mengambil referensi dari penjelasan Pemerintah seperti yang disampaikan dalam media massa, yakni :
- data yang digunakan oleh Pemerintah berdasar data tahun 2005,
bukan data mutakhir dari pengurus RT
- RT baru saja diminta membuat data mutakhir berdasarkan permintaan dari kelurahan,
dan data tersebut sudah diserahkan melalui RW
- di koran dan TV diberitakan bahwa akan diserahkan BLT susulan
bagi warga yang berhak tetapi belum memperolehnya
Meskipun pak RT saya adalah orang yang cukup sabar, akhirnya merasa sebal juga harus mengulang-ulang penjelasan dan berdebat dengan beberapa warga yang ngotot memprotes kebijakan BLT tersebut. Sebal, karena seharusnya bukan tugas beliau untuk berdebat dengan warga. Terlebih lagi karena turunnya kupon ke RT tidak disertai penjelasan tertulis yang dapat digunakan sebagai referensi resmi.
Terasa benar bahwa sistem administrasi BLT yang digunakan untuk dalam memback-up dampak kenaikan harga BBM mendatangkan kesulitan lain bagi para pengurus RT terutama ketuanya. Berbagai pertanyaan lain timbul, yakni : mengapa yang digunakan adalah data BLT tahun 2005 ? apakah tidak pernah terpikir oleh Pemerintah tentang kemungkinan akan terjadinya kenaikan lagi sehingga pengalaman BLT tahun 2005 tidak pernah diikuti dan di-update datanya untuk berjaga-jaga menghadapi hal serupa ?
Ketua RT yang bukan pegawai Pemerintah harus mewakili Pemerintah untuk memberikan penjelasan yang nota-bene tidak secara resmi disertakan dalam sebuah edaran atau surat atau apapun dari fihak Lurah, Camat atau Walikota ketika menyampaikan kupon-kupon BLT kepada yang berhak. Masyarakat yang sedang dilanda resah karena melihat dampak kenaikan BBM terhadap kenaikan harga barang dan jasa, mempunyai tafsir dan pendapat yang bermacam-macam sesuai dengan kepentingan dan kemampuan berfikirnya masing-masing. Yang paling terasa, masyarakat menganggap seolah-olah harus ada ‘seseorang’ untuk dimintai pertanggung-jawaban atas hal yang sedang berlangsung. Tanggung-jawab atas naiknya BBM, dan tanggung-jawab untuk memberi BLT. Dan pak RT-lah orang terdepan yang harus mendengarkan tuntutan atas hal tersebut, karena beliaulah yang telinga dan mulutnya berada paling dekat dengan masyarakat.
Ketika saya berada di rumah pak RT saya melihat dan mendengarkan sendiri apa yang disampaikan oleh seorang warga serta penjelasan-penjelasan pak RT kepada warga tersebut, terasa benar oleh saya betapa menderitanya ribuan pak RT di seluruh Indonesia karena kenaikan BBM untuk kedua kalinya ini setelah tahun 2005. Sedangkan menurut saya, sesuai dengan namanya tugas beliau adalah membuat rukun antartetangga di lingkungan pemukimannya. Beliau adalah orang yang dipercaya untuk memimpin lingkungan Rukun Tetangga, bukannya untuk meladeni orang yang berkeluh kesah karena dampak kebijakan Pemerintah. Masih bagus bahwa di tempat saya tidak ada warga yang beramai-ramai melakukan tindakan anarki atas rumah pak RT (yang tidak ber’dosa’) seperti yang pernah diberitakan dalam kejadian pada tahun 2005 di suatu tempat dulu.
Simpati saya untuk para ketua RT yang tetap tegar menjalankan tugasnya dengan benar di seluruh Indonesia. Mungkin keberadaan Anda sekalian tidak pernah diperhitungkan, namun tanpa Anda, negeri ini mungkin lebih tidak terurus dengan baik.
Hormat saya untuk Anda sekalian.

5 komentar:

  1. Pak RT dan Pak RW anda bekerja dengan sukarela tanpa upah dan tanpa pamrih (kecuali RT/RW di Jakarta ada honor resminya).
    Bukan itu saja tugas Pak RT masih banyak lagi tugas-tugas tambahan manakala diwilayahnya terjadi : kebakaran, pencurian, pembunuhan, keributan termasuk perselingkungan.
    Jangan resah dan gelisah Pak RT, pekerjaan ini adalah sebagian dari ibadah, upahmu kelak disurga. Amin

    BalasHapus
  2. Oh.... nasib...... nasib

    BalasHapus
  3. di surabaya nggak ada honornya,tetapi setiap tiga bulan sekali ada uang yang diserahkan untuk "bantuan pembinaan karng taruna" yang bisa dianalogikan sebagai honor atau bisa juga subsidi untuk kas RT/RW, tergantung pak RT/RW dan para pengurus kampung di masing-masing tempat.

    ehh, tapi masa jadi pak RT/RW adalah sebuah suratan nasib sih?

    BalasHapus
  4. jadi wong cilik, apalagi pegawai cilik, memang susah. kalau ada rejeki tidak kebagian, kalau ada kesusahan yang hatrus menanggung. Tapi tetap sabatr ya pak rt, tugasmu mulia. asal tidak ikut-ikutan menilap dana BLT, bisa kualat.

    BalasHapus
  5. (berdoa): jangan lagi jadi ketua rt
    (alasan): regenerasi dan rotasi
    (geram): bolak-balik ngerjain tugasnya pak lurah
    (hiburan): amal......
    mas medi mau jadi pak rt? :)

    BalasHapus