22 Mei 2008

Ketika Kasih Sayang Berkabut

Setiap orang-tua mempunyai harapan agar anak-anaknya memiliki kehidupan yang lebih baik dari dirinya. Apabila ada di antara anak-anaknya yang kehidupannya di bawah standar atau di luar harapannya, maka dia terharu-biru pikirannya.
Sementara si anak tersebut, yang tumbuh dengan pikiran dan cita-cita, kemampuan yang dikuasai, kesempatan yang diperoleh dan kehidupan yang dijalaninya, terkadang merasa bahwa dirinya tidak mengalami masalah dan kesulitan apapun. Sehingga tak pernah terpikir untuk meminta penilaian dari orang-tuanya, apalagi bantuan.
Karena si anak yang tenang-tenang saja, orang-tuanya akan menjadi semakin resah membayangkan bagaimana anaknya menjalani hidupnya pada saat ini dan kemudian nanti.
Biasanya keprihatinan-keprihatinan seperti itu akan menjadi bahan diskusi dan perdebatan dengan isteri atau suaminya atau disampaikan kepada anaknya yang lain yang tingkat kehidupannya dinilai lebih baik atau mencocoki hatinya. Seolah-olah sebagai ungkapan rasa getun (kecewa pada diri sendiri) atau dimaksudkan agar anak yang lain tersebut juga sedia untuk berbagi peduli terhadap saudaranya, sehingga hasil akhir yang dibayangkan ingin dilihatnya adalah kesetaraan tingkat kehidupan di antara anak-anaknya. Sebuah keinginan yang teramat manusiawi pada setiap orang-tua, dan memang begitulah seharusnya.

Bagaimana sikap anak lainnya yang dicurhati ?
Pengalaman hidup dan kedewasaan berpikir seorang anak terkadang berbeda atau bahkan melampaui kemampuan orang-tuanya. Demikian pula ukuran-ukuran tentang kemakmuran, kebahagiaan, kesejahteraan dan lain-lainnya sering berbeda antara orang tua dengan anaknya yang sudah dewasa atau sama-sama ‘tua’. Curhat atau diskusi yang terjadi antara anak-beranak dalam keadaan demikian ini biasanya tidak mudah untuk sampai kepada kesimpulan yang melegakan si orang tua.
Orang tua biasanya hanya membutuhkan pembenaran atas pendapat yang dikemukakannya serta kesediaan untuk menerima tugas yang dilimpahkannya. Tetapi terkadang pendapat tersebut benar-benar tidak dapat diterima dan difahami oleh si anak, apalagi untuk menerima penugasan yang dilimpahkan. Sesuatu yang sangat membebani pikiran si anak.
“ Ayah, biarkan kak Anu menjalani hidupnya dengan caranya, toh yang dijalaninya tidak ada yang melanggar norma apapun. Kami semua, para saudaranya tetap akan siap membantunya manakala suatu saat terjadi kesulitan pada keluarga kak Anu.”
“ Tapi maksud ayah, seharusnya dia itu merubah cara mengatur hidupnya, seperti yang telah ayah-ibu contohkan sejak kalian masih kecil dulu..”
........
Demikianlah. Kasih-sayang antar-anggota keluarga dan saudara adalah sesuatu yang indah untuk dijalani dan dirasakan, tetapi terkadang pikiran mengganggunya dengan kehendak sendiri yang belum tentu diterima oleh yang lain, sehingga keindahan kasih sayang tersebut tertutup kabut. Terasa adanya kasih sayang, tetapi untuk melihatnya terganggu oleh kehendak yang datang dari pikiran sendiri.

Saya sedang mengamati hal tersebut untuk belajar memahami, bagaimana seharusnya menyikapi sehingga dapat melihatnya tanpa berkabut.

7 komentar:

  1. Whaduh ngelmu tuwo iki.... kudu nyuwun pirso karo mbah suro.
    Tapi ada cerita... begini.
    ''mas anakmu piro?''
    ''loro''
    ''lho..kan pitu.. kabeh dadi pejabat hebat ngono lho''
    ''iyo mas.. sik gelem solat muk loro''
    ''terus?''
    '' sik limo omahe magrong2 mobile kinclong2.. tapi.....yo is ngana kae''
    ''nha sik loro''
    ''tetep mlarat''
    '' ee.ee.ee ?!! ''

    BalasHapus
  2. "Anak polah Bopo kepradah" dan "Surga ada ditelapak kaki Ibu " Kewajiban sebagai orang tua dan anak.
    Dibawah telapak kaki Bapak ?
    Wis jlentrehno dewe!!!

    BalasHapus
  3. bagaimana saya melihat orangtua selagi saya masih muda
    bagaimana saya memahami anak saya ketika saya sudah tua

    BalasHapus
  4. Eee......Blegudheg monyor2
    Donya iku isine mung loro. Nek gak seneng yo susah. Mulo ayo melu bethoro indro nang kahyangan, enak gak mikir beras gak mikir bensin.
    anak putu wis ono sik ngopeni.
    Bojo tetep kudu diopeni, nek ga? diopeni uwong.
    Mbah suro?
    Akur mestine.

    BalasHapus
  5. lah saya cuma bisa bilang trimakasih pada para orang-tua semua ini, ya ...

    BalasHapus
  6. ah... ini lagi mengalami ini... kabutan!!!

    BalasHapus
  7. neng nata,
    cuci mata aja dulu ...
    atau puter lagunya KLA 'pasangan jiwa'

    BalasHapus