24 Maret 2008

Pengacau

Seorang teman bercerita tentang pengalamannya sebagai salah satu anggota supporting team pada sebuah presentasi tentang pendidikan untuk anak usia dini yang audiensnya hampir seluruhnya para para ibu guru.
Presenternya pakar pendidikan yang sudah sangat berpengalaman serta diakui bahwa konsepnya bagus sekali. Dan untuk itulah beliau dihadirkan untuk menyampaikan konsep tersebut.
Yang menarik bagi teman saya tadi bukanlah konsep dan cara menyampaikan konsepnya, tetapi justru yang dilakukan oleh salah-satu audiens, yakni sibuk berceloteh dengan teman duduknya ketika presentasi sedang berlangsung dengan intensnya. Menerangkan materi presentasi yang mungkin mirip seperti yang pernah diikutinya.
Saya jadi teringat pengalaman lama ketika menonton bioskop, di belakang saya ternyata ada penonton, yang seperti dalang menjelaskan kepada teman nonton di sebelahnya, bahwa nanti sang lakon akan begini-begitu dan ceritanya demikian-demikian dan seterusnya. Terganggu dengan penonton tersebut, saya akhirnya pindah tempat duduk menjauhi sang dalang, melanjutkan menikmati cerita di layar bioskop. Dalam hati: untuk apa dia datang menonton dengan membayar kalau memang sudah pernah menonton? Mungkin karcisnya dibayari teman nontonnya ya? Tapi kalau memang demikian, teman nontonnya kok mau-maunya mengajak dia. Entah kalau memang si teman nonton tadi buta huruf sehingga tidak bisa membaca teks dan sekaligus tidak mengerti bahasa Inggrisnya para koboi di filem.
Tetapi itulah yang terjadi.
Dua keadaan itu mungkin menunjukkan adanya rangsangan emosi dari pelaku untuk mengharapkan pengakuan agar dianggap sudah mengerti dan juga memahami sesuatu yang sedang ditonton atau dipresentasikan. Mungkin juga untuk menunjukkan bahwa dirinya tidak bodoh dan lebih faham dibanding yang lain.
Salah seorang teman saya yang juga seorang presenter, menyampaikan trik untuk mengendalikan dalang seperti itu, yakni dengan mengajak si dalang tadi untuk duduk di samping tempat duduk presenter dan dengan sedikit basa-basi mengobrol di hadapan audiens untuk ‘mengunci’ dalang tadi, dan kemudian melanjutkan presentasinya sementara si dalang terikat untuk duduk tenang di podium. Demikian trik untuk menyisihkan dia dari kawanan yang dilakukan dengan arif.
Pernah pula pembicara tak resmi diajak oleh salah-satu anggota tim presenter untuk pindah ke tempat lain dengan dalih agar dapat berkenalan lebih jauh sekaligus untuk menggali pengalaman si dalang yang dikatakan ‘cukup menarik’. Trik-trik yang bagus dan cool.
Coba misalnya orang tadi diminta diam atau mungkin diusir dari presentasi, tentu akan mengganggu suasana dan konsentrasi audiens yang lain. Dan yang pasti mood presenter akan kacau.
Pengacau seperti itu mungkin adalah aset yang terpendam, yang dapat bermanfaat bagi kita dan orang lain kalau kita bisa menggali dan mengasahnya, karena paling tidak dia memiliki rasa percaya diri dan merasa menguasai masalah yang disampaikan, sehingga merasa layak untuk mengaktualisasikan diri kepada orang lain. Sayangnya, forum presentasi ini bukan miliknya.
Jadi kalau kita bermaksud untuk membantunya, maka setelah dipindahkan tempat dari ruang presentasi ada baiknya kita ajak bicara seputar materi presentasi, karena jangan-jangan memang dia sudah menguasai atau justru lebih menguasai materinya, sehingga bisa dilakukan kerjasama pada kesempatan lain.
Kecuali kalau memang dia adalah tipe yang ST SP SJ, kata teman saya, tipe yang sekedar Sok Tahu, Sok Pinter dan Sok Jago. Memang pengacau sejati.
Kalau yang ini, yaaa, diajak makan saja biar segera ngantuknya datang.

2 komentar:

  1. Pengacau dan HAM
    Disini nampak kelemahan dari teori HAM yg kebablasan dimana orang bisa sebebas2nya sa'udele dewe bisa menggangu HAM nya orang lain. Mau demo ditengah jalan kek mau apa kek.. HAM.........
    Dalam teori HAM pengacau juga termasuk HAM. Mangkanya dari dulu saya lebih senang dengan teori KAM, hablum minannas, Kewajiban Azazi Manusia. Kalau kewajiban dipenuhi hak akan datang dengan sendirinya.
    Ya menous2 kadang pengin sakkarepe dewek.

    BalasHapus
  2. Iya kok
    Jare man jamino: ncen kait jaman jo-mbejujo, antarane karep mbarek anteb iku gak tau bener, gak tau klop. Mestine anteb disik lagek karep.
    Boso peno cik angele, man
    Anteb iku ngono kwajiban, blog! Lha karep iku sing jaremu hak. Kwajiban disik, baru hak-e nyusul. Antri disik, baru oleh lengo gas. Ojok diwalik-walik, nggarahi kaco! Wis? Paham?
    Iyo, yo maaan. Paham, paham. Tapi cik angele lek nglakoni yo? Mbulet, kesuwen !
    Oooo, dasar peno ! Peno ngono menungso, duduk kocing sin nek mangan leren kerah disik. Mangkane dadi menungso yo koyok menungso, ojok koyok kocing!
    Hus! Man, ojok banter-banter, onok sing tersinggung!
    Babahno!

    BalasHapus