Hampir saja bogem mentah ditonjokkan ke muka, tapi keburu dipisah, bukan oleh wasit tapi oleh presenter. Beberapa jam yang lalu, saya batal menonton adu tinju nasional di televisi antara dua tokoh terkemuka.
Barangkali wacana cicak-buaya ini memang sudah sedemikian memancing emosi, sehingga kedua tokoh kita tampak sekali lepas kendali. Saya percaya itu bukan akting dalam tayangan reality show yang di akhir tayangan selalu ditambah title : Tayangan ini sudah mendapatkan persetujuan pihak-pihak yang terlibat.
Gawat juga apabila para beliau yang seharusnya arif dalam posisi harus mencerdaskan bangsa ternyata harus baku-bogem (untungnya ada yang memisah).
Sabaaaar, bapak, biarkan masing-masing bicara, beri kesempatan yang lain juga untuk bicara.
Saya lelah menyaksikan panggung peristiwa di negeri ini yang ceritanya serem melulu.
Jamannya jaman reformasi, semua berubah, semua maunya bebas, bicara bebas, mengkritik bebas, menangkap orang bebas, membunuh bebas.
BalasHapusTapi apa itu yang di maui penggagas reformasi. ibaratnya air, ditahan bertahun2 begitu ada pelepasan, seperti di situ gintung. bebas tanpa batas.
Salam,
BalasHapusTahu igh maunya mereka itu apa, dan kepentingan siapa yang sebenarnya dikedepankan, saya juga lelah Pakde, saking lelahnya kadang muak juga melihat berita yang begitu2 tak ada habisnya, gitu kali ya klo merasa otaknya tumpul akhirnya otot yang main *sigh*
btw saya ng-gremeng terus, berkeluh kesah tentang ini jangan-jangan otak tumpul nieh *mencurigai diri sendiri mode on* :D
nonim:
BalasHapusmembunuh?
ky di rekaman kpk kmarin ya. sereeeeemmm....
nenyok:
bareng2 ngeluh di blog yuk
Sayang kok dipisah (dilerai), sebenarnya saya pengin tahu siapa yang kalah dan siapa yang menang. Kalau perlu dibuatkan ring tinju. Setuju ?
BalasHapuspak ugeng:
BalasHapussetuju dibikinkan ring tinju dan setuju diminta untuk bertinju di dalam ring, cuma saya sangsi bakal dapat menyaksikan adu tinju antara keduanya, karena tentunya setelah mendapatkan waktu untuk merenung dan menilai, telah timbul kembali kesadaran akan martabat pribadi, profesi dan institusi
bukan begitu harapan kita kepada para beliau, pak?