18 Juli 2009

Lima Detik

Di beberapa rumah ketika saya bertamu, sering saya lihat foto salah satu penghuninya sedang bersalaman dengan pembesar. Pembesar itu bisa presiden, tokoh selebriti, penggede partai atau semacamnya. Sebuah foto yang mengesankan, betapa tidak: tangan saling berjabatan, badan agak condong dengan wajah berhias senyum, berlatar jajaran tokoh lain atau back-drop yang menandai even tertentu. Membanggakan sekali, dan oleh karenanya, foto tersebut dipasang di tempat yang mudah terlihat.
Even jabat-tangan yang mungkin hanya berdurasi lima detik tersebut, meninggalkan kesan mendalam selama bertahun-tahun bagi pemilik foto. Sebuah kebanggaan yang perlu diabadikan untuk diketahui oleh anak-cucu dan sanak-famili.

Padahal, sejenak setelah berjabatan (mungkin lima menit atau bahkan lima detik kemudian) pak/bu presiden dan pak/bu tokoh sudah lupa dengan siapa dia baru saja bersalaman. Atau bahkan tidak kenal. Atau bahkan ketika tangan bersalaman beliau tidak melihat siapa yang berada didepannya dengan seksama. Lewat begitu saja.

Itulah.

Menjadi pemimpin, berarti menjadi pusat perhatian. Kata, sikap bahkan masa-lalunya terkadang menjadi sumber semangat dan inspirasi bagi orang banyak, setidaknya bagi anak keturunannya. Karenanya harus terjaga benar-benar .

Panggung peristiwa di negeri ini setiap saat berganti dengan amat cepat, tokoh-tokoh yang menjadi pelakon senantiasa muncul untuk memainkan perannya di sana. Dialog, monolog silih berganti, dan penonton menyimaknya.
Akting buruk, akting bagus, bukan sekedar untuk mendapatkan award atau piala, tetapi akan memberi arah dan jejak kepada perjalanan bangsa menuju ke masa depannya.

adakah itu akan dilakukan dengan pertimbangan sekenanya?

saya menyimaknya, seperti ketika saya mengamati makna yang ada di balik foto jabat-tangan itu.

Salam damai, damailah negeriku.

8 komentar:

  1. Itulah makanya perlu diabadikan walaupun sejenak, supaya orang mengira bahwa kita selamanya bersalaman. Tapi kita wajib berterima kasih dengan kemajuan teknologi, karena dengan itu, walau hanya 5 detik bersalaman bisa menjadi bersalaman selamnya, soal masih ingat apa tidak lain ceritanya.

    BalasHapus
  2. hehehehehe....iyah oiiii....tapi di rumahku di Indonesia ga ada photo2 seperti itu..(wong aku rakyat jelata, paling salaman ma pak RT, pas 17 an)
    Juga dinding rumahku ga ada photo presiden ato apa....adanya ukiran jepara ato Lombok ato Bali...kecil2 yg murah meriah.

    Jaman dulu ada seh photo bung Hatta, karena dia adalah tokoh yg dikagumi bapakku. tapi sekarang tersimpan rapi di gudang.

    BalasHapus
  3. @purssss:
    ini brkali jenis cerita yang lain, teman

    @wieda:
    saya malah ga punya kedua-duanya

    BalasHapus
  4. ojo cedhak kebo gupak
    mangkane ora ono sik gelem potret jejer maling

    BalasHapus
  5. Walau hanya 5 detik, kebanggaan lho Mas, yang lain bisa iri, bisa juga tidak. Sumonggo kerso....

    BalasHapus
  6. Pak Paromo ...aku sudah nge-blog lagi.. jumap kembali nih ...

    salam

    BalasHapus
  7. @ yani:
    hi hi hi
    ono opo yooo? deg-degan aku

    @ mbah suro:
    apalagi kalo lima jam ya mbah!

    @ dik raf:
    mudah-mudahan absen panjang bukan karena sakit

    BalasHapus