Kehidupan kembali ke keseharian, tak ada lagi hiruk-pikuk dan hingar-bingar tontonan, perbantahan, dan perkilahan.
Yang kemarin sehari-hari mengenakan baju seragam kampanye, sekarang sudah mengenakan kaos oblong dan celana gombrong favoritnya kembali. Pagi-pagi tak lagi harus memacu langkah ke markas dan posko dan larut malam atau dinihari baru kembali, tetapi sudah asyik kembali dengan membersihkan kandang burung atau mencuci motor. Atau mengantar isteri ke pasar. Jalan kaki.
Ritme kehidupan yang normal dengan segudang problema yang kembali menghadang, mulai dari ongkos persiapan anak masuk tahun ajaran baru, order bisnis yang angin-anginan datangnya, bos yang mukanya kecut karena pekerjaan tertunda dan tagihan yang tak segera cair. Serta berbagai problema lainnya, seperti kemarin-kemarin dulu juga. Membosankan. Mencemaskan. Dan karena terlalu rapat dan seringnya dihadapi, sekaligus membuat kebal terhadap masalah dan lalu membiarkannya berlangsung dimakan waktu tanpa peduli apa yang terjadi.
Masa kampanye adalah hiburan, dan sekaligus pelampiasan kekesalan yang selama ini menumpuk dan tersumbat tanpa mendapat kesempatan untuk disalurkan.
Angan-angan, cita-cita, harapan dan segala keinginan terhadap mimpi serba-indah kehidupan boleh ditayangkan untuk dinikmati khalayak ketika masa pesta kampanye dilangsungkan. Bahkan antarmimpi boleh ditabrak-tabrakkan sampai peot oleh sesama orang yang bermimpi. Khalayak boleh bersorak, boleh mencibir, boleh senyam-senyum geli, boleh diam saja. Atau malah mau bersedih. Boleh seboleh-bolehnya.
Atau malah mau mengkerut ngeri menyaksikan orang baku-maki dan baku-pukul. Atau pergi menyingkir dari kengerian untuk segera mendahului kembali ke kesehariannya lebih awal.
Ketika sesudah itu satu demi satu tunggakan masalah datang dan menagih penyelesaian segera, maka kecepatan berpikir menjadi menurun, seperti mobil berjalan menanjak yang terlupa untuk dioper ke gigi rendah. Tidak seperti ketika berbicara tentang cita-cita yang begitu fasih serta cepat disampaikan.
Yang kemarin sependapat terhadap segala rencana dan program masa depan, sekarang mulai bertanya tentang hal-hal yang kemarin terlupakan dan belum selesai ditangani.
Ditengah-tengah waktu ketika kehidupan kembali seperti sediakala, ternyata terasa bahwa kita masih berada di tempat semula.
Semoga secercah harapan yang bersinar melalui celah sempit, menjadi terang masa depan dengan dibukanya pintu bersama-sama oleh semua anak-bangsa, mulai dari para pemimpinnya yang kemarin tampak perkasa dan percaya diri sampai kepada si Udin si Otong si Minah si Marni di pojok-pojok negeri.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar