16 Juli 2009

Masih Diberi Waktu

Oktober 2008
Setelah menempuh perjalanan dengan bus Surabaya-Kutoarjo selama nyaris 10 jam (plus istirahat makan dan menunggu jam keberangkatan), saya menetapi janji kepada mas Amir Faisol untuk hadir di pertemuan reuni 39 tahun perpisahan di antara kami. Malam itu saya menginap, di rumah beliau (eh, rumah beliau dan mbak Titik, isterinya), di jalan Diponegoro 61, kidul alun-alun Kutoarjo, persis di tepi lintasan bus Jogja-Purwokerto. Tahun kemarinnya saya tidak bisa hadir, tetapi sekeping VCD rekamannya yang dikirim telah menjadi pengobat rindu.
Momentum ini adalah sebagai ajang saling melepas kangen dan bicara tentang kenangan indah masa lalu, demikian malam hari itu mas Amir Faisol rasan-rasan dengan saya, ketika teman-teman yang mempersiapkan acara untuk besok pagi sudah pulang.

Pagi harinya,
Satu demi satu teman-teman hadir. Wajah-wajah yang harus direkonstruksi ulang muncul di depanku. Arithmatical and Logical Unit di otakku bekerja keras untuk membongkar kembali file lama, mengcompare image lama dengan image baru. Dan ketika ‘match’, wah, jabat-tangan dan rangkulan serta pelukan (bukan mukhrim dilarang!) di antara kami begitu erat.
Wajah-wajah yang jahitannya sudah sangat berubah, tubuh yang ikatannya semakin longgar, rambut dan gigi yang sudah pamitan dari formasinya, membuat kami saling terbahak. Ingat nama - lupa wajah. Salah satu pengingatnya adalah rekaman peristiwa antar-kita di masa lalu.
Beberapa sosok dan wajah yang diharapkan dapat ditemui ternyata tidak dapat hadir. Nama-nama disebutkan, kabar diberitakan.

Mengharukan tetapi sekaligus menyenangkan..

Perjalanan kami semua semakin jauh beranjak dari titik awal keberangkatan. Tahun 2009 ini berarti 40 tahun, sejak kami berpisah dari keakraban masa SMA.
Semoga masing-masing tetap sehat dan dikaruniai kelonggaran untuk dapat hadir nantinya. Saya menunggu, dan semoga saya juga ditunggu, dan semoga

masih diberi waktu

salut setinggi-tingginya untuk mas Amir Faisol dan mbak Titik Isnaeni, mas Kacuk Sukamto dan mbak Pawit Hartini, mas Setyo Haryadi dan Isteri, mas Haryanto Aminin dan Isteri serta teman-teman lainnya yang mungkin saya tidak tahu, atas segala totalitas mental, fisik dan materinya yang telah ditumplek-bleg untuk suksesnya acara ini, sehingga saya dan teman-teman lain dapat saling bertemu kembali



.

6 komentar:

  1. He hehe ... aku seorang alumnus yg gak berani muncul.. ga pédé... la wong jahitanne wis mlotrok kabeh.
    Salam buat temen2 semua.

    BalasHapus
  2. Wah Mas Romo habis habis jalan2, nuwun sewu mas, apakah mas Romo sebut sebagai Mas Setyo Haryadi orang dari Wingko, kalau demikian berarti orang tersebut, juga saya kenal.
    Masssito.

    BalasHapus
  3. eyaaaaang, eyang bethoro, yang:
    semakin mlotrok berarti semakin laku di pasaran
    apalagi kalo semakin ancur, pasti semakin ngangeni ....
    yuk kita muncul yuk
    biar makin heboh

    mas sito:
    lha kok ternyata dunia kita ming sak godhong kelor ya,
    mbok coba dikonfirm ke eyang bethoro, biar lebih sreg

    BalasHapus
  4. Untuk Mas Sito : Betul Mas Setyo Haryadi adalah Mas Hari putrane Pak Darso yang daleme didepan Pak Prayit.

    BalasHapus
  5. wow...re union? setelah 40 th? asseek banget..pasti lali segalanya bahwa sekarang udah mlotrok dan kendor dan lain2.....pasti bertingkah seperti teen agers lagi...lupa anak cucu....wuihhhhhh.......aseek pasti aseek....selamat mas

    BalasHapus
  6. @ mas sito dan mbah suro:
    lha rak tenan to,
    jebul konco lawas kabeh !
    nderek bingah, sugeng reuni !

    @ wieda:
    untung saja ra lali bernafas, dik !

    BalasHapus