08 Juli 2008

Tujuhbelasan

“Saya usulkan supaya di mulut gang kita didirikan gapura, seperti RT sebelah..” usul pak Singkir dengan lantang pada rapat pengurus RT Tiga, “ jadi nantinya RT kita tidak ketinggalan dari RT Empat, yang gapuranya bagus itu..”, demikian lanjutnya.
“Ya, saya sangat setuju dan mendukung pendapat pak Singkir. Masa’ kita kalah pamor dengan RT sebelah..”, pak Basirun menimpali dengan semangat.
“Pak RT!, daripada uang kas RT nganggur ndak digunakan untuk apa-apa, lebih baik dimanfaatkan untuk gapura saja..., lha kalo masih kurang, kita urunan. Gimana Bapak-bapak? Setuju, kan ?”.
Pak RT masih belum menanggapi apa-apa, pandangannya menyapu para peserta Rapat Pengurus RT, yang berjumlah lima belas orang.
“ Sebentar.. sebentar.. “ salah seorang pengurus lain menyetop pembicaraan yang seru tersebut, “ sebenarnya uang kas RT kita itu ada berapa sih? Pak Bendahara mungkin bisa kasih informasi”
“ Yang penting itu niatnya, pak! Soal uang bisa dicari, kan kita bisa minta sponsor dari warga kita yang mampu, lalu kekurangannya, seperti kata pak Basirun, kita urunan lah. Ini demi gengsi RT Tiga lho! Demi RT kita bersama, juga supaya Pak RT punya tinggalan kalo nanti sudah selesai masa jabatannya. Betul kan Pak RT?!!” demikian sambung pak Singkir lagi.
Pak RT senyam-senyum sambil makan keripik melinjo.
“ Jangan lupa, kalo ada gapuranya, ya perlu dikasih portal, biar orang mbambung, pemulung dan penjahat ndak mosak-masuk selonang-selonong di wilayah kita seenaknya sendiri...” mas Bladu yang purnawirawan KKO menimpali.
“ Brik-brik-brik... lontong capgomek keluar... sekarang makan duluuu...” Piring berisi makanan yang baunya menggoda hidung, lidah dan alat pencernaan mulai beredar secara berantai. Sekejap terdengar bunyi sendok beradu dengan piring.

Rapat pengurus RT Tiga kali ini diselenggarakan di rumah Man Doplang, dengan menggelar tikar di teras rumah, semua duduk bersila. Acara pokok rapat kali ini sebenarnya adalah persiapan tujuh-belasan, demikian tertulis di undangan pada acara nomor satu. Nomor duanya, membahas iuran warga, entah tentang apanya: jumlahnya, bolong-bolongnya, atau cara pengumpulannya. Dan yang nomor tiga tertulis : Lain-lain.
Tampaknya, tadi begitu sekretaris RT membuka acara yang kemudian pak RT menyampaikan pengantarnya, acara langsung berbelok ke Lain-lain. Nah, ketika masalah gapura ini muncul, sekretaris sempat membisikkan info ke telinga pak RT, bahwa rupanya beberapa hari belakangan ini di blok Kumis-kucing ( di blok itu, depan rumah ditanami toga Kumis-kucing, karena sebagian orang di situ mengidap batu ginjal), di blok Kumis-kucing berlangsung kampanye gapuraisasi(?!), dengan promotor pak Singkir. Pak RT manggut-manggut mendengar info tersebut, meski sebenarnya dari isterinya dia sudah diberitahu tentang adanya ‘odo-odo’ seperti itu dari bu Basirun.

“ Bagaimana pak RT, bisa dilanjut ? “ Pak Singkir memulai diskusi sambil mengelap mulut dan hidungnya yang meler kepedasan dengan tisu. Semangat banget dengan usulan proyeknya. “ Saya dan teman-teman siap membantu pekerjaan tukang yang akan kita serahi mengerjakan gapura itu, pak. Pokoknya beressss....”
“ Sebentar Pak RT, saya boleh bicara? “ Pakde Drajat yang pangsiyunan Sipil Pulisi yang menjabat sebagai kordinator seksi Sosial menyela. “ Kalo tidak salah, urutan acara rapat seperti yang ada di undangan dan dibaca oleh Pak Seketaris tadi kan nomer satunya persiapan tuju-belasan to?! Maaf lo Bapak-bapak semuanya, saya cuma kepengin rapat kita ini runtut. Poin demi poin selesai dengan tuntas.”
“ Kayaknya kok betul Pakde Drajat, Pak RT! Saya setuju, mari kita bahas satu-satu, sampai nanti ujungnya lain-lain: gapura” Mas Helmi yang Dosen Universitas Tekes Kurang Omil kordinator seksi Kebersihan mengamini apa yang disampaikan Pakde Drajat.

Sejenak Pak RT diam. Semua pandangan mata tertuju kepada dia. Orang paling muda di RT Tiga, yang diplokotho secara berjamaah untuk jadi RT, karena yang tua-tua pada wegah rekoso meladeni penduduk dan meladeni tugas-tugas dari Kelurahan yang suka datang semaunya sendiri dan harus diselesaikan segera.
“Betul, Bapak-bapak, sebaiknya mari kita mencoba untuk kembali kepada pokok urutan agenda rapat kita. Kepada Pak Singkir dan Pak Basirun serta Bapak-bapak yang mempunyai usulan tentang gapura, nanti kita akan membahas pada giliran berikut. Saya mohon dukungan agar acara rapat ini dapat berjalan dan menghasilkan kesepakatan bagi kebaikan RT kita bersama”.
Poin demi poin dibahas. Untuk tujuh-belasan diperlukan dana dua setengah juta, yang akan dipenuhi dari kas RT, dan kas PKK akan dimintai partisipasi sebesar delapan ratus ribu untuk konsumsi pada malam syukuran tanggal 16-nya.
Kas RT saat ini ada dua koma sembilan juta, yang tiga ratus ribu dicadangkan untuk partisipasi ke panitia tujuh-belasan tingkat RW. Jadi nantinya uang kas RT akan tinggal bersisa seratus ribu.
Beberapa tunggakan iuran warga kalau dijumlah ada empat ratus ribu belum tertagih, karena mereka masih belum bisa membayar, sedangkan uang BLT yang mereka terima lebih dibutuhkan untuk keperluan bayar biaya sekolah anak-anaknya ketimbang untuk nutup iuran kampung yang bolong.
“Jadi urusan gapura bagaimana, Pak RT? Bisa gagal kalo begini...” Pak Singkir kembali ke : laptop.
“ Begini saja pak RT, cobak kita kalkulasi kasaran saja” Pakde Drajat urun-rembug “ gapura yang mau kita bikin itu di sebelah mana? Kita kan punya tiga mulut gang; lantas apa kita mau bikin di tiga-tiganya, satu saja atau gimana....”
“Ya kalo bisa tiga-tiganya, biar ndak ada yang meri” kata Pak Basirun.
“ Saya kemarin ngitung kasaran, satu gapura biayanya kurang lebih tiga juta, itu kalo modelnya sederhana. Jadi; kalo mau tiga gapura ya sembilan juta” kata Pak Singkir.
Sebagian pengurus ketawa. Ada yang kaget, karena ikut rapat sambil agak ngantuk gara-gara semalam jaga keponakannya yang opname di RSUD, habis operasi ambeien.
“ Lho! Yang penting itu kan niatnya” Pak Singkir agak tersinggung, “ kita mau bikin RT kita lebih bergensi atau enggak! Mumpung ini menyongsong tuju-belasan, jadi sekalian nanti bisa diresmikan pas ha-u-te perokelamasi! Kalo soal duitnya kan gampang, bisa minta sumbangan Bapak-bapak yang rumahnya besar-besar itu, atao, kita tarik yang punya motor duapuluh ribu satu motor, satu mobil seratus ribu, atao lagi “ Pak Singkir semakin merajalela” Kita minta seponsor dari bapak-bapak yang maju pilgub! Gampang itu, nanti saya bisa bantu menghubungi tim suksesnya!”

Walah-walah pak Singkir! Diminta jadi Ketua RT saja menolak! Dimintai bantuan narik iuran yang bolong-bolong saja mbulet ndak jalan-jalan, kok ini ngoyoworo mau ke tim suksesnya para pasangan cagub-cawagub segala.

“ Yang penting kan niatnya.....”
Bagian ini betul, yang ruwet ada di pelaksanaannya, Paak, pak.
Rapat dibubarkan jam setengah sebelas malem, urusan gapura dipending, dan acara ditutup dengan doa.

Man Doplang jam sebelas malam ikut bantu isterinya cuci piring, nyapu-nyapu teras dan ringkes-ringkes tikar. Sementara saya masih kethap-kethip nulis ini, dan pengurus kampung yang lain : sudah mlungker tidur kaya kucing.

10 komentar:

  1. Man Doplang tidak habis pikir kenapa bangsa kita kok masih kutak kutik di acara ceremonial yang NB buang2 waktu dan buang2 uang. Perayaan perayaaan dan perayaan.
    Sueebeeel.

    BalasHapus
  2. hihihi hayooooo tukang ngintip .....:D

    " .......nulis ini, dan pengurus kampung yang lain : sudah mlungker tidur kaya kucing. "

    Ngintipppppp...tak dongakno bintilen.....hahahahahahahahaha

    Dadi RT ae susah mbanget..pomaneh dadi presiden yah?

    BalasHapus
  3. @man doplang: rt adalah komunitas berbangsa yg paling unik, menggelikan, menyebalkan dan paling dibutuhkan
    kapan sampeyan nyalon jadi ketua rt, man?
    @amethys: lha ngintip wieda kadohen, jeeee.....

    BalasHapus
  4. Rapat RT memang uniek dan heeuboh... ada saja warga yang memaksakan kehendak seperti Pak Singkir yang hidungnya meler karena kepedesan.
    Pengurus Karang Taruna kemana? kelupaan nggak diundang? atau langsung diberi tugas sebagai pelaksana lomba anak-anak...

    BalasHapus
  5. @si mbah: katarnya pamit pulang duluan kali, sebel katanya

    BalasHapus
  6. Wah ini nyindiiir pengurus RT. Memang banyak yang aneh2 di rapat RT, ada saja orang yang ingin memaksakan kehendak. Saya ingat dulu ada juga yang usul bikin menara ronda di atas. Saya bantah malah bisa jadi tempat untuk ngindhik. Lalu disepakati ronda dengan sistem mobil, tanpa gardu. Luweeeeh nggonen kabeh

    BalasHapus
  7. saya cukup berakal utk mengakali sampeyan
    dan saya cukup okol utk memback-up akal saya itu
    jadi, saya hrs dpt mencapai keinginan saya itu, apapun yg merintanginya, apalagi cuma sampeyan2 saja

    miris, ki
    salam

    BalasHapus
  8. Salam
    Wah Pak Dhe setelah dewasa begini saya ga pernah terlibat soal RT-RT-an krn ga tggl di pemukiman jadi ndak tahu gimana resonya he..he.. btw soal agustusan, sekarang kan cuma seremonial doang ndak ada ruhnya tuh. :)

    BalasHapus
  9. Salam
    Maaf lupa, numpang OOT ya Pak Dhe, hmm trims atas komen *tambah melenceng*-nya, *tamparan yang menyadarkan* :)

    BalasHapus
  10. @nenyok:
    lho?
    disadarkan oleh saya yang ga sadar?
    ojok guyon ah :):):)

    BalasHapus