21 Agustus 2010

Che' Mat

Tahun 60-an dulu, di dekat rumahku ada sebuah pondok dengan madrasah aliyah. Ada beberapa pelajar dari Tanah Melayu, satu yang masih kuingat, namanya che' Mat. Seorang pemuda yang ramah dan sangat santun. Sore hari terkadang keluar pondok untuk membeli minyak goreng dan belanja beberapa kebutuhan sehari-hari. Tentu sekarang che' Mat telah tua di kampungnya sana, di negeri yang sekarang bernama Malaysia.

Berita tentang ditangkapnya 3 orang pegawai Indonesia yang sedang menjalankan tugas patroli pengamanan laut oleh fihak Malaysia menimbulkan reaksi keras dari publik Indonesia, tak terkecuali dari sahabat saya Pak Sugeng Kariyodiharjo, pak guru yang juga seorang pesastra Jawa. Pak Guru yang cerita-cerita pendeknya sering mengharu-biru pikiranku, beberapa waktu yang lalu bertanya kepadaku: bagaimana sebaiknya tindakan jiran ini direaksi?
Merujuk pada komentar pak Permadi, mestinya dijawab saja: Ganyang Malaysia!
Tapi nanti dulu, semudah itukah melakukan ofensif a la Bung Karno di jaman ini? Sementara mata dan telinga dunia sekarang sudah begitu tajamnya, sementara yang menganggap jadi polisi dunia sekarang tinggal ada satu, sementara di negeri tetangga itu banyak kerabat kita bekerja mencari nafkah, sementara setiap hari di kota=kota besar kita banyak teman-teman belanja di Giant dan Hypermart, sementara pula ribuan orang di negeri ini melibatkan diri untuk menjajakan produk dan prospek bisnis MLM dari sana, sementara pula uang kita tidak cukup untuk belanja kapal, bikin jalan dan batas kawasan, menyejahterakan rakyat terutama di wilayah-wilayah perbatasan, dan sementara pula hanya sedikit pemimpin negeri ini yang merespon kemarahan rakyat dengan tindakan sepadan dengan kekuasaan yang kita berikan kepadanya?

Lalu mesti bagaimana?

Lihatlah peristiwa di negeri sandiwara:

Di dalam gedung yang nyaman, sekelompok penguasa dan pengusaha sedang melakukan upacara, membaca proklamasi yang bunyinya:

Proklamasi
Kami bangsa yang mempunyai kepentingan dengan Indonesia
dengan ini menyatakan siap bekerja untuk mewujudkannya
hal-hal yang mengenai pelaksanaannya
dilakukan dalam tempo secepatnya, ongkos seperlunya, cara apapun juga, kerja sama dengan siapapun juga,
untuk mendapatkan manfaat yang sebesar-besarnya dengan risiko yang sekecil-kecilnya
mumpung mereka tidak punya apapun juga selain rasa bangga semu yang dibesar-besarkannya

Panggung ditutup, dan dibuka kembali dengan adegan jalanan macet, suara sirene menguik-nguik seperti suara anak babi terjepit ekornya, orang-orang berdesakan di jalanan, gerah, umpatan dan keluh-kesah bercampur tangis anak-anak memenuhi udara. Kereta yang dipandu sirene melaju, penumpangnya duduk tenang tak terganggu, karena kaca gelap menahan panas dan meredam bunyi.

Panggung sandiwara ditutup kembali.

Ketika dibuka lagi, ternyata aku yang ada di sana.
Aku berkata:
Maaf pak Sugeng dan sodara-sodara semua: Sulit aku menjawab pertanyaan Anda.

Layar ditutup, semua menunggu pertunjukan berikutnya yang judulnya agak lucu:
Anak-anak bangsa yang menolong dirinya sendiri, dengan poster besar bergambar che' Mat berlinang air mata


.

2 komentar:

  1. tak puasa bae lah. karo ngombhe jamune mbah usro'. eh maap, mbah suro.. jamu adem ~ jaga mulut anti demo...
    wuih.. baju baru nih. tambah muda n sueger.
    yo wis. selamat lebaran. minal aidin wal faidzin.
    maaf lahir batin.
    1 sawal 1431 h.

    BalasHapus
  2. Salam,
    hmm..serba salah ya, kecuali jika mau berakit-rakit ke hulu berenang-renang ke tepian :)

    BalasHapus