25 Agustus 2010

Antara Penting dan Genting

Tik..tik..tik.., bunyi hujan di atas genting

Bukan itu!
Tapi tentang komentar teman saya pak Bambang Prabowo: suasana tujuhbelasan tahun ini di banyak lingkungan pemukiman sangat jauh dari semarak. Apalagi di beberapa kawasan pemukiman klas atas. Nyaris seperti bukan di Indonesia. Hiasan tak ada, bahkan bendera merah-putihpun TIDAK DIPASANG!!!
Gejala apa ini?

Sekarang memang sudah bukan jaman perang mengusir penjajah, juga bukan jaman memerangi pemberontak yang merongrong kedaulatan NKRI. Artinya, sekarang sudah bukan jaman genting. Ya benar. Tetapi apakah kemudian memperingati ulangtahun kemerdekaan dengan memasang bendera menjadi tidak penting? Saya sungguh tidak mengerti.

Sementara mestinya 'kita' cukup faham dan sadar benar bahwa sekarang ini bulan Agustus, bahwa setiap tanggal 17 Agustus adalah ulang tahun proklamasi, bahwa di lembaga-lembaga negeri pasti ada upacara bendera. Televisi, koran dan jalanan kota mengindikasikan tanda-tanda kemeriahan tujuhbelasan. Tapi ketika masuk di tempat pemukiman tadi?

Bagaimana ini, wahai para pemimpin?
Ketika jaman sudah tidak genting, rasa kebangsaan tetaplah sesuatu yang penting, namun ironisnya, yang tampak dari beberapa keadaan secara umum adalah fenomena bahwa kesadaran kebangsaan sudah menjadi tidak lagi penting dan karenanya kita secara tidak sadar berjalan ke arah keadaan yang genting.

'Ayah saya dulu, setiap membangun rumah pasti menyertakan (dan mementingkan keberadaan) tiang bendera', tambah pak Bambang Prabowo,' bahkan sejak membuat denahnya, posisi tempat bendera sudah pasti ada. Sedang sekarang, tampaknya hampir tidak ada pengembang yang melengkapi bangunan produknya dengan tiang bendera', demikian lanjutnya.
Kami berdua terhanyut kepada kenangan masa dulu, ketika masih kecil diajarkan bahwa setiap melewati tempat di mana sedang dilakukan kerek bendera merah putih, berhenti di tempat dengan sikap sempurna, menghadapkan muka ke arah lambang negara, dan baru berjalan ketika Sang Merah Putih telah sampai di ujung atas tiang bendera. Bukan menghormat benderanya, tetapi penghormatan atas segala upaya dan pengorbanan yang telah memakan harta, nyawa, kehormatan, untuk tegaknya negeri ini, di mana kita lahir, hidup atau kelak mati di haribaannya.


(tetap... merdeka........!!?????????)



.

5 komentar:

  1. Hidup bernegara memerlukan banyak simbolisme. bendera adalah simbol kebangsaan. Mungkin bendera tak lagi bisa menanamkan simbolisme kebangsaan secara faktual dalam hati banyak orang. Perlu dicari simbolisme populer. Kesejahtareaan dan demokrasi. hanya angan angan . matur nuwun

    BalasHapus
  2. Atau kita perlu tokoh-tokoh panutan yang seharusnya kita teladani. Dan itu yang sekarang nampaknya sudah sangat jarang, atau mungkin .... tidak ada sama sekali.

    BalasHapus
  3. ki ageng: PR kita bertambah untuk mencari simbol baru, ya!
    pak ugeng: tokoh panutannya ada, ajarannya ada, teladan2nya buanyak sekali, penerapannya yang mawut

    BalasHapus
  4. Salam
    Ah Pakde, wong pemimpinnya aja, merayakannya cuma sebatas seremonial kok?
    salah sapa coba :D

    BalasHapus
  5. ney:
    anak-anak kecil di kampung saya pada tanya:
    tujuhbelesan kok ga ada lomba-lombanya?... kan pas puasa, naaak...

    malu tuh sama anak kecil yang masih ingat memeriahkan 17-an

    BalasHapus