13 Oktober 2009

Kapan-kapan Saja

Ini pengalaman saudara saya yang pernah menjadi Ketua RT dan anggota Panitia Pemilihan Ketua RT:

Sekarang, di lingkungan tempat tinggalnya orang cenderung ogah jadi Ketua RT. Ketika penjaringan dilakukan, wah, susah bukan main merayu warga untuk bersedia dicalonkan menjadi kandidat. Adaaa saja caranya mengelak, yang sibuk kerja-lah, yang anaknya masih kecil-kecil-lah, yang merasa terlalu muda dan belum pantes mimpin yang tua-tua lah. Ada juga yang beralasan sudah terlalu tua, tidak akan mampu lagi melayani warga karena fisik yang sudah tidak begitu segar, pemikiran yang kuno, dan sebagainya. Macam-macam.
Berbagai counter dilakukan oleh saudara tadi untuk memotivasi para calon kandidat tersebut. Kepada yang masih muda dikatakan: ini peluang untuk dapat belajar lebih banyak mengenali lingkungan sosial, memperluas pergaulan, membuat lingkungan masyarakat lebih dinamis dengan ide-ide segar.
Kepada yang sibuk dikatakan: Anda kan tidak harus bekerja sendiri. Pengurus RT yang lain pasti akan membantu. Kerepotan akan dapat diatasi bersama-sama.
Kepada yang sudah berumur dikatakan: Bapak kan sekarang kan sudah pensiun, lebih banyak waktu untuk sosialisasi dan sekaligus ini kan juga ladang ibadah mengisi hari tua.
Tampaknya lebih banyak yang gamang daripada yang menyanggupi untuk dicalonkan.
Kalaupun ada sedikit kesediaan, biasanya disertai permintaan untuk sekedar menjadi penggembira, bukan untuk nantinya jadi Ketua RT.

Ketika pembicaraan dialihkan: apa ide-ide atau saran untuk kemajuan RT di masa datang, tampaknya para calon yang akan dijaring ini mulai bersemangat bicara. Mulai dari usulan untuk perbaikan got, arisan Bapak-bapak, transparansi laporan keuangan, sampai ke usulan untuk membongkar pagar salah satu tetangga yang menjorok ke jalan karena digunakan sebagai pengaman parkir mobilnya. Juga pendapat agar salahsatu pengurus (yang sekarang) diganti, karena pernah mengetok pintunya ketika dia tengah enak-enaknya tidur, gara-gara parkir mobilnya kurang mepet sehingga mobil tamu si pengurus tersebut kesulitan lewat.
Saudara saya tadi menimpali:
Bukankah kalau Bapak bersedia menjadi Ketua RT, ide-ide tadi lebih mudah direalisasikan?
Wah, ini kan sekedar pendapat saya, to pak.
Jadi?
Ya seharusnya hal-hal tadi yang perlu diperhatikan ketua dan pengurus RT.
Jadi Bapak bersedia kan, dicalonkan untuk menjadi ketua RT?
Ah, kapan-kapan saja. Banyak yang lebih baik daripada saya.

Oooooo.


.

3 komentar:

  1. Kalau RT yg wilayahnya dari Sabang sampe Merauke mesti jadi rebutan. lha kalau cuma sa'pedukuhan... yaa jongkong2an. Tul Mbaah?
    Ato usul ya.. gajinya RT sa' M ... so pasti direwangi gelut ☺

    BalasHapus
  2. di tempat sodara saya itu katanya bukan gaji, tapi uang pembinaan kepemudaan atau apa gitu namanya, untuk ketua rt=50 rebu, rw=75 rebu dicairkan per tiga bulan dari kelurahan
    lha sama sodara saya, uang tadi diserahkan ke kas rt buat nambal kekurangan2

    1M?
    ndak usah segitu, dan ndak usah namanya gaji, konon di tempat2 tertentu (mbuh opo iku) ada yang pake kampanye segala, karena ya memang secara finansial dapat dipastikan internal rate of return dan pay-back period-nya (walah!!! opo to iki) sangat bagus sekali, layak di-bela2-ni.
    siapa mau pindah ke sana? enak lho, seneng lho !!
    nek aku ke sana: WEGAH

    BalasHapus
  3. salam,
    Pada nda mau ya itu ndak ada duite kali Pakde, padahal klo niatnya membantu beramal dengan ikhlas yang didapet itu lebih dari sekedar uang ya, btw jabatan ketua RT kan lebih tinggi dari Presiden, coba aja ketua RT di cikeas bukan SBY toh he..he..

    BalasHapus