“Saya beli becak ini biar
mertua saya bisa kerja antar-jemput anak sekolah. Jadi dia tidak perlu lagi
keluar malam untuk jualan mainan”.
Usia bapak mertuanya
sudah lebih dari enampuluh tahun. Ibu mertuanya yang usianya lebih muda punya
gangguan paru-paru. Laki bini itu sudah bertahun-tahun tinggal di rumah petak sewa,
sejak anak mereka baru dua. Sekarang, anaknya yang ke lima -yang terkecil- sudah
menjelang kawin. Sudah lama sekali mereka tinggal di tempat itu, dan sekarang
sebagian dari anaknya yang sudah kawin juga tinggal di tempat yang hampir sama,
berdekatan.
Malam itu, usai waktu
tarawih, beberapa anak kecil riuh mencoba becak tandem. Becak empat roda dengan
empat pedal kayuhan. Becak seharga empat juta kurang seperempat, yang dibawa
pulang dari penjualnya dengan didorong sepeda motor sepanjang jalan ramai,
sejauh lebih dari dua puluh kilometer. Didorong dan dikemudikan ganti-berganti
oleh mertua-menantu, karena dengan cara itu akan lebih hemat daripada menyewa
angkutan dengan ongkos seratus limapuluh ribu rupiah.
Mertuanya dulu juga
menarik becak, dan ketika anaknya satu demi satu bekerja dan kawin tidak lagi
menarik becak, tetapi berjualan mainan anak-anak, juga wayang karton yang
dibuat sendiri.
Barang itu dijajakan di
tempat-tempat rekreasi, di keramaian ketika ada pertunjukan, di bazaar-bazaar
kampung dan sejenisnya. Laki-bini berangkat dan pulang bersama. dengan gerobak kayu seadanya yang ditarik motor. Bininya dibonceng dibelakangnya, dengan jaket tebal dan selendang melilit di lehernya.
Terkadang mereka berangkat sore dan pulang agak malam, Pakai jaket, terkadang jas hujan.
“ Kasihan mertua saya,
pak, sudah tua, apalagi ibu mertua saya kurang sehat. Biar kerja antar-jemput
anak-anak yang sekolahnya dekat-dekat sini saja”.
Di langit, awan tipis mengambang,
bergerak pelan. Ini tarawih puasa yang ke
tiga.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar