30 April 2010

Bergunjing, ah !

Saya cuma mau nyambungkan judul dengan tulisan kemarin.

Episode nyaman yang dialami oleh para senior saya, rupanya tertanam sebagai kesan yang amat membanggaken hati ('ken' bukan 'kan). Zaman emas, di mana sebagian mereka telah menyelesaikan masa bekerjanya tanpa terganjal oleh kesalahan.
Pengambil-alihan bisnis dari maskapai Belanda yang dinasionalisasikan pada penghujung tahun 50-an, mengharuskan para manajer dan staf Belanda untuk menyerahkan tugas dan tanggung-jawab mereka kepada para staf lokal, senior-senior sepuh (tua)saya. Sebagian besar dari mereka ketika itu berusia sekitar tigapuluh-empatpuluhan tahun, dengan pengalaman kerja sekitar lima-sepuluh tahun. Mereka tiba-tiba harus mengelola bisnis dengan segala permasalahan yang sebelumnya barangkali belum pernah diketahui dan diperkirakan.
Bisnis unik ini (yang sekarang populer disebut agribisnis) berawal dari kebun atau lahan.
Benih ditanam, dirawat, dilindungi dan kemudian dipanen secara cermat. Kendala irigasi, hama-penyakit dan cuaca, berdempetan dengan kualitas-kualitas pemeliharaan, lahan, petani yang menggarap dan ahli yang mengkoordinasikan dan mengawasinya.
Penanganan pasca-tebangpun harus prima; ancaman waktu dan cuaca (lagi-lagi!) harus dicermati dan diantisipasi.
Banyak deh pokoknya!
Belum lagi urusan proses pabrikasinya, penyimpanannya, mengatur sumber dan penggunaan duitnya. Wah, pusing.
Tetapi itu semua dapat dilakukan pada masa itu, dengan bekal pengalaman pendek yang mereka miliki, berbasis panduan yang pernah didapatkan dari para Londo baik secara tertulis maupun praktek.
Ada sebuah perbedaan prinsip tentang kepemilikan bisnis; yang sebelumnya milik sebuah maatschappij (nulisnya bener gak ya?) atau company sekarang menjadi milik negara. Kalau dulu ibarat milik seseorang yang riil sosoknya, pemilik sekarang menjadi abstrak, sehingga cara pertanggung-jawabannya menjadi sedikit berbeda.
Dan, lagi-lagi 'mereka' para senior sepuh saya itu merasa sukses. Bisnis berjalan dengan baik, progresnya masih tetap positif, dan secara nyata imbalan kerjanya tetap bagus. Gaji dan fasilitas memuaskan sekali. Masa jabatan sebagai manajer relatif amat panjang; bagaimana tidak, saat itu mereka menggantikan posisi strategis yang ditinggalkan oleh para Londo ketika rata-rata masih berumur tigapuluhan tahun dan pensiun pada usia lima-lima: hampir seluruh usia kerjanya jadi manajer! Hebat, kan. Itulah yang dialami oleh generasi 'ambil-alih'. Era di mana kondisi industri masih seperti sebelumnya, kecuali manajemennya. Finansial masih kuat, sistem dan prosedur pengelolaan masih tetap cocok dan dijaga, dan yang mungkin menjadi fondasi dari segala hal tersebut: budaya kerja dan lingkungan belum terkontaminasi, tetap seperti semula yang sering disebut 'budaya feodal' (entah apa maksudnya!).

Stirahat lagi ya, dongengnya dilanjutkan besok ah, mudah-mudahan tetap enak dibaca. Kalaupun tidak, ya, maafkan saya.

4 komentar:

  1. Salam,
    Makin menarik,tapi apa bener, itu sukses yang sebenarnya ga sekedar cuma "ngerasa sukses"??? tentang "budaya feodal" maka buat ney adalah pertanyaan atau keganjilan (yang sama dengan pertanyaan Pakde)..yaitu entah apa maksudnya tuh hehe.. :D

    BalasHapus
  2. ney:
    tul! 'ngerasa sukses',
    sukses dan susah itu sama, keduanya hasil olah persepsi
    yang payah adalah 'ngerasa diadili, dihakimi, dizalimi', napa musti gitu yah?

    BalasHapus
  3. wah cerber ni ye? usul dibuat satu blog baru untuk nyaingi 'kasih menyusur waktu' nya ki ageng.
    he he saya tetep sabar menunggu.
    wass

    BalasHapus
  4. yang:
    ga brani yang, ntar kualat sama ki ageng, ini sekedar cerber=cerita bergunjing

    BalasHapus