Musuh bebuyutanku sudah terkapar dengan luka-luka menganga di tengah pertempuran, tinggal satu-dua tarikan nafas lalu jiwanya akan melayang ke Langit, kembali ke Negeri Asal-muasal.
Keris pusaka sudah tinggal sejengkal untuk aku hunjamkan ke dadanya, dada kesatria anak Arjuna, yaitu Abimanyu......
Ya...., Abimanyu, yang beberapa kali telah membuat aku menjadi pecundang hina.
Aku, Lesmanamandrakumara namaku, putera mahkota pewaris tahta kerajaan Hastinapura, anak satu-satunya dari Prabu Duryudana, , putera yang telah disepakati oleh paman-pamanku semuanya, seluruh pembesar kerajaan, oleh para Raja seantero sewu negara, untuk nantinya menggantikan ayahandaku sebagai Raja-diraja penguasa delapan penjuru mata-angin. Kemuliaan yang sungguh sudah tampak di depan mata.
Memang, sejarah pernah mencatat beberapa kali aku telah telah dipermalukan oleh wangsa Amarta, oleh Pandawa dan anak-anaknya, meskipun aku didukung oleh Paman Mahapatih Sengkuni dan bahkan oleh Eyang Maharsi Durna guru dan penasehat utama kerajaan yang juga adalah mahaguru para Pandawa.
Aku kalah oleh Abimanyu ketika memperebutkan Wahyu Cakraningrat, wahyu yang akan mengukuhkan pemiliknya sebagai calon Raja-diraja penguasa Jagad, yang tercabut kembali karena kelengahanku lantaran berpesta-pora merayakannya. Dan akhhirnya wahyu itu mencari tempat, membenam dalam raga sempurna milik Abimanyu.
Tiga kali pula aku gagal mempersunting para puteri kerajaan maupun brahmana pinunjul yang dilamar oleh paman Sengkuni untukku. Gagal mendapatkan Titisari karena dia dan keluarganya lebih memilih Bambang Irawan anak dari paman Arjuna, yang ke dua kalinya kalah pula oleh Gatutkaca ketika memperebutkan Endang Pergiwa. Dan untuk ke tiga kalinya lebih menyakitkan lagi ketika aku gagal mendapatkan Dewi Siti Sendari yang akhirnya dinikahi oleh Abimanyu. Hmmm.... Abimanyu.
Tiga kali pula aku gagal mempersunting para puteri kerajaan maupun brahmana pinunjul yang dilamar oleh paman Sengkuni untukku. Gagal mendapatkan Titisari karena dia dan keluarganya lebih memilih Bambang Irawan anak dari paman Arjuna, yang ke dua kalinya kalah pula oleh Gatutkaca ketika memperebutkan Endang Pergiwa. Dan untuk ke tiga kalinya lebih menyakitkan lagi ketika aku gagal mendapatkan Dewi Siti Sendari yang akhirnya dinikahi oleh Abimanyu. Hmmm.... Abimanyu.
Berapa kali lagi aku perlu menangis meraung-raung kepada paman-pamanku, kepada paman Sengkuni, kepada para Raja sahabat ayahku untuk mendapatkan bantuan menuju kemenangan sempurna sebagai calon Maharaja? sementara sebenarnya aku memiliki segalanya: kekayaan, martabat, ketenaran, kehormatan, tampang yang sedap dipandang, pengaruh serta kekuasaan?
Jangan pernah menilai hanya dari lagakku, karena itu konon sudah menjadi pembawaanku sejak lahir. Dan demikianpun orang-tua serta seluruh keluarga menerima keadaan diriku, tetap menempatkanku di tempat yang mulia sebagai Putera Mahkota. Kalaupun ada kegamanganku dalam menghadapi setiap masalah, kurangnya rasa percaya diri, mudahnya patah semangat, toh dapat dengan mudah ditutup oleh bantuan mereka semua.
...
Dan, inilah saatnya, saat pelampiasan kesumat yang sejak lama telah aku tunggu-tunggu........
Kuhunus keris pusaka, tepat ke depan jantung Abimanyu yang terkapar lunglai, penuh luka menganga tanpa daya. Matanya setengah terpejam.... inilah saatnya, ketika sekejap tiba-tiba aku melihat mata itu berkilat cepat dan sesaat kemudian,
Kuhunus keris pusaka, tepat ke depan jantung Abimanyu yang terkapar lunglai, penuh luka menganga tanpa daya. Matanya setengah terpejam.... inilah saatnya, ketika sekejap tiba-tiba aku melihat mata itu berkilat cepat dan sesaat kemudian,
keris Abimanyu sudah terhunjam di dadaku...... Ooooo..... lunglai tubuhku, gelap pandanganku, hanya terasa desir suara darah menghambur....
Selesai sudah semuanya.
Gagal sempurna.
... ..... pojok kampung
... ..... kopinya pahit
Surabaya, 21 Juli 2018